Retna Tjahja Arisani
Air dan Jahe Merah Redam Penyakit

Alternatif Mon, 18 Feb 2008 13:34:00 WIB

Tidak ada rasa nyeri bukan berarti di tubuh Anda ada penyakit. Bisa jadi, tiba-tiba dokter memvonis kanker telah menggerogoti organ tubuh Anda. Serangan kanker yang berakhir dengan kematian sebagian besar karena pendeteksian terlambat. Kanker juga timbul karena pola hidup kurang sehat.

Demikian Retna Tjahja Arisani menjabarkan keluhan pasien yang kerap ia tangani. Kanker muncul karena tidak normalnya perkembangan sel-sel tubuh, dapat menyerang siapa pun, dari golongan mana pun.

Seperti dialami Jajan (60), pensiunan pegawai negeri, yang pernah menderita kanker otak setahun lamanya. Karena keterbatasan ekonomi, ia tak mampu berobat secara medis. Beruntung Jajan bertemu Retna.

"Dia mendeteksi penyakit saya menggunakan lada. Kepala diboreh dengan gerusan jahe merah dap minum seduhan jahe merah setiap malam, kanker stadium dua di kepala ini sirna," ungkap Jajan.

Jahe Merah

Selain kanker, Retna juga kerap menangani gangguan kelenjar tiroid dap nyeri sendi. Seperti yang dialami Izmi (39) dap Iswati (65). Izmi mengaku sudah setahun menderita pembesaran tiroid. Susah tidur, gelisah, sesak napas, otot terasa lemah, rambut rontok, dan sensitif, adalah keluhan yang sering dirasakannya.

Agustus lalu perempuan lajang ini menjalani terapi radioaktif dan dianjurkan dokter untuk minum obat seumur hidup. Namun, ia enggan menaati saran dokter.

Karena itu, ia merasa bersyukur bertemu dengan Retna Desember lalu. "Setelah rutin minum air mineral yang didoakan, diborehi gerusan jahe merah di leher dan di bawah jakun, serta minum seduhan jahe merah, keluhan-keluhan akibat pembesaran tiroid berangsur sirna," tuturnya.

Membaiknya kondisi kesehatan juga dialami Iswati. lbu tujuh anak ini sudah puluhan tahun mengalami encok di daerah paha. Tiap malam rasa pegal dan nyeri di paha menghantui hidupnya. Sayang, nenek tujuh cucu ini pun tak pernah mau berobat ke dokter.

Keluhannya hanya diatasi dengan borehan minyak kayu putih. Sudah barang tentu bila panas dari minyak tersebut hilang, keluhan kembali datang. Desember lalu, dengan diantar anaknya, ia mendatangi Retna. Ia diberi resep air putih yang telah didoakan dan satu kilogram jahe merah.

Sudah dua minggu ini Iswati tak lagi mengalami pegal dan nyeri di daerah paha. Nafsu makan meningkat, tidur pun lebih nyenyak.

Terasa Lebih Berat

Sekitar sepuluh ribu nama orang yang tercatat di lima buku tamu pasien. Mereka yang datang berobat selalu diberi air dan jahe merah. Kenapa air? Kata Retna, air itu sudah didoakan menurut kebutuhan penyakit pasien.

"Air yang telah didoakan Bu Retna beratnya bisa dua kali lipat dari berat semula," kata Izmi, membandingkan berat botol air minum sebelum dan sesudah didoakan.

Dan kenapa jahe merah? Secara khusus Ratna tak bisa menguraikan kenapa harus dengan rimpang ini. "Resep ini adalah ramuan leluhur saya yang secara empiris berkhasiat mengatasi berbagai penyakit," jawabnya.

Lebih dari itu, lanjut ibu satu anak ini, dirinya adalah perantara Allah untuk membantu meringankan penderitaan orang. Menurutnya, menyitir pendapat Dr. Setiawan Dalimartha, jahe merah mengandung minyak atsiri (terdiri dari zingiberin, kamfena, lemonin, borneol, sineol, singeberol, linalool, geraniol, kavinol, zingiberal, gingerin, asam. organik, asam malat, asam aksolat, dap gingerin), zat gingeral, dan oleoresin. Dr. Setiawan adalah herbalis dan wakil ketua umum PDPKT (Perhimpunan Dokter Indonesia Pengembang Kesehatan Tradisional Timur).

Jahe merah berkhasiat menghangatkan badan, penambah nafsu makan, peluruh keringat, dan mencegah serta mengobati masuk angin. Tanaman ini juga berkhasiat mengatasi radang tenggorok, rematik, sakit pinggang, nyeri lambung, meningkatkan stamina, meredakan asma, mengobati pusing, nyeri otot, dap melancarkan ASI.

Deteksi dengan Lada

Sebelum meresepkan air dan jahe merah, Retna akan mendeteksi ada tidaknya gangguan penyakit menggunakan 7 butir lada dan kayu khusus yang berasal dari Maluku. Ketujuh butir lada, satu per satu digelindingkan di kiri-kanan kening pasien, sambil ia mengucapkan doa-doa yang diajarkan leluhurnya.

Kata Retna, bila di luar rumah ada orang yang minta jasanya, ia bisa mengganti lada dengan 7 batang korek api. Selanjutnya, kayu khusus yang berasal dari Pulau Seram ditempelkan di ujung jari pasiennya.

"Pada saat penempelan itu, ada dua macam tanda asal penyaktt, yakni bila pasien merasa sakit sedangkan saya tidak, itu artinya penyakit diberikan Allah kepada pasien. Namun, bila pasien sakit dan saya mengalami sakit seperti tersengat aliran listrik, itu artinya ada energi negatif yang ikut serta dengan si pasien. Sesaat setelah itu, saya pun melantunkan doa seperti halnya ketika mendeteksi dengan lada," tutur wanita tomboi ini.

Untuk menetralkan energi negatif, ia menggunakan media air laut. Doa kesembuhan kepada Allah juga dianjurkan diikuti pasien sesuai kepercayaannya ketika dirinya sedang memanjatkan doa kesembuhan.

Ia tak memberikan pantangan apapun kepada pasiennya. Kalaupun ada, sesuai anjuran dokter. Dalam berobat, pasien dianjurkan untuk datang 2-3 kali ke rumahnya. Ia mengaku bisa pula melakukan pengobatan jarak jauh. Caranya, salah satu keluarganya menyebutkan nama lengkap penderita, berikutnya air dan jahe merah yang telah didoakan diberikan untuk diminum penderita.

Retna tak memasang tarif khusus untuk mengganti jasanya. Ia menyerahkan sepenuhnya pada keikhlasan pasien karena is merasa keahliannya adalah titipan Tuhan yang harus diamalkan.

Keturunan Raja Rumeon

Benar kata pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Kepandaian mengobati yang dimiliki Retna berasal dari leluhurnya, raja-raja di Pulau Seram, Maluku, dari garis keturunan ibunya. "Dari sepuluh bersaudara, ibu saya mewarisi keahlian mengobati orang. Keahlian itu diwariskan ke saya. Jadi, saya ini adalah cicit raja-raja di Seram Timur, Maluku. Buyut saya bernama Raja Rumeon," ujarnya.

Ia sudah mempraktikkan keahlian mengobati dan meresepkan air serta jahe merah itu sejak usia 22 tahun. "Dulu di Ambon, saya sering dimintai tolong ibu-ibu TNI yang ingin pulang ke Jawa. Secara refleks saya mengucapkan kata-kata singkat dan memberikan barang yang ada di sekitar saya kepada ibu-ibu itu. Alhasil, mereka telepon kalau doa dan barang pemberian saya bermanfaat bagi kesehatannya," ujar perempuan kelahiran 9 Maret 1959 ini.

Awalnya Retna malu membuka praktik pengobatan secara umum karena ia sering dipanggil orang "Bu Dukun". Padahal, ia hanya mempraktikkan keahliannya sambil lalu seusai melakukan pekerjaannya sebagai pembuat busana. Namun, lambat laun karena keahliannya dibutuhkan masyarakat, ia tak segan lagi membuka praktik, sejak tahun 1990.

Senior



Tidak ada komentar: